SAMARINDA. RealitaKaltim.com- Ketua Komisi I DPRD Kota Samarinda, Samri Shaputra menyoroti kebijakan pemasangan portal di Jembatan Mahkota II atau Jembatan Achmad Amins yang hanya dapat dilintasi kendaraan R2 (roda dua) dan R4 (roda empat) dengan batasan tertentu. Kebijakan itu mulai menimbulkan kontroversi di masyarakat dan pelaku usaha.
“Karena ada portal, sebenarnya menjadi tanda ada batasan bagi kendaraan besar yang melintas di Jembatan Mahkota II. Pembatasan itu memicu protes sejumlah pihak, terutama pelaku usaha yang keberatan. Ini menjadi kontroversi bagi pelaku usaha,” kata Samri kepada media ini.
Ia menjelaskan, para pelaku usaha mempertanyakan hak mereka untuk melintas, karena sebagai warga negara yang taat bayar pajak seharusnya tetap dapat melintas di jembatan tersebut. Sebab, kendaraan yang dibatasi portal bukanlah truk berukuran sangat besar, melainkan kendaraan yang seharusnya masih bisa melintas, tanpa menimbulkan masalah.
“Portal itu seharusnya tidak berlaku bagi mobil truk yang tidak terlalu besar, berbeda kalau truk yang besar, memang dibatasi untuk melintas. Karena, pelaku usaha yang gunakan truk, harus berputar melintasi Jembatan Mahulu,” ucapnya.
Karena itu, kebijakan pembatasan perlu dikaji ulang agar tidak berdampak beban biaya transportasi bagi pelaku usaha yang harus menempuh jalur lebih jauh.
“Kita minta pemerintah mengkaji lagi kebijakan itu, hal ini merugikan masyarakat kita juga, terutama pelaku usaha yang menggunakan bahan bakar lebih banyak karena harus melewati Jembatan Mahulu, padahal mau menuju ke Sambutan,” tegasnya.
Selain itu, Samri juga pertanyakan alasan pemerintah mempertahankan portal meski kondisi akses jalan sudah membaik. Sebab, alasan pembatasan kendaraan truk melintas karena ujung jembatan belum tersambung, sehingga dikhawatirkan menimbulkan kemacetan.
“Dulu, alasan kepala Dishub sebelum Pak Manalu menyebut portal itu karena akses di ujung jembatan belum tembus, sehingga khawatir macet, jadi mobil truk belum boleh melintas,” sebutnya.
Namun, dengan perkembangan pembangunan jalan, kebijakan itu sudah tidak relevan dan perlu dievaluasi. Padahal, Jembatan Achmad Amins dibangun dengan biaya besar dan kontribusi masyarakat, sehingga penggunaannya harus bisa dinikmati semua pihak. (ADV DPRD SMR)