SAMARINDA – Tragedi penembakan yang merenggut nyawa tiga anggota Polri di Polsek Negara Batin, Way Kanan, Lampung, oleh dua anggota TNI pada 17 Maret 2025 adalah bukti nyata bahwa kehadiran militer di ranah sipil semakin tidak terkendali. Ketua Umum DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kalimantan Timur, Andri Rifandi, dengan tegas mengecam peristiwa ini sebagai bentuk arogansi bersenjata yang berulang kali terjadi tanpa ada tindakan hukum yang tegas dan terbuka.
“Tragedi ini bukan insiden biasa. Ini adalah kegagalan pemerintah dalam memastikan supremasi hukum dan kendali sipil atas institusi militer. Setiap kali ada kasus seperti ini, alibinya selalu kesalahan individu, tetapi kenyataannya, ini adalah masalah sistemik, peradilan militer yang tertutup, penyalahgunaan senjata api, dan kehadiran TNI di wilayah-wilayah yang seharusnya menjadi domain sipil,” ujar Andri Rifandi pada Rabu (19/03/2025).
IMM Kaltim menegaskan bahwa proses hukum terhadap para pelaku harus dilakukan di peradilan umum, bukan di peradilan militer yang kerap menjadi tameng impunitas bagi oknum TNI. “Jika kasus ini hanya diadili secara internal oleh militer, kita tahu hasilnya: hukuman ringan, bahkan pembebasan. Ini akan menjadi preseden buruk bahwa nyawa penegak hukum pun bisa dihilangkan tanpa konsekuensi serius,” lanjutnya.
Selain itu, IMM Kaltim menuntut adanya evaluasi total terhadap kewenangan penggunaan senjata api oleh anggota TNI. “Jika seorang anggota TNI yang tidak dalam operasi militer masih membawa senjata api dan menggunakannya sesuka hati, lalu apa bedanya dengan preman bersenjata? Ini adalah ancaman nyata bagi rakyat,” tegasnya.
Tidak hanya itu, IMM Kaltim juga menyoroti kejanggalan keberadaan TNI di Register 44/45 Way Kanan. “Mengapa ada aparat bersenjata di wilayah bisnis BUMN? Ada apa di balik ini? Kita tidak bisa menutup mata terhadap kemungkinan praktik bisnis ilegal yang difasilitasi oleh keberadaan TNI. Negara tidak boleh menjadi penyokong aktivitas ilegal yang merugikan rakyat,” serunya.
IMM Kaltim menyerukan kepada Presiden Prabowo Subianto dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto untuk bertindak tegas dengan menarik pasukan TNI dari ranah sipil, membersihkan institusi militer dari budaya impunitas, serta mengusut tuntas keberadaan TNI di wilayah Register 44/45. “Kami tidak akan tinggal diam. Jika tidak ada tindakan konkret, mahasiswa dan rakyat akan bergerak,” pungkas Andri Rifandi.